Bangsa ini sudah sangat muak dan membenci perbuatan korupsi. Kejahatan korupsi yang semakin menggila menjadikan uang negara mengalir ke berbagai arah yang tidak semestinya. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun sarana dan prasarana yang diperlukan masyarakat banyak yang dikorup. Akibatnya, rakyat merugi dan sengsara. Sementara itu, pejabat atau pihak-pihak yang bertanggung jawab mengelola uang negara menjadi kaya raya.
Korupsi harus diberantas sekuat tenaga. Semua pihak digerakkan  untuk perang melawan korupsi. Polisi, jaksa, hakim dan bahkan dibentuk institusi yang khusus memerangi siapapun yang melakukan korupsi serta mahasiswa yang kritis dan bergerak turun aksi dalam mendukung pemberantasan korupsi di Negeri ini. Mereka yang korupsi harus ditangkap dan diadili, bahkan kalau bisa, dihukum sebarat-beratnya hingga menimbulkan efek jera pada pelaku dan membuat orang yang berniat melakukan korupsi untuk berpikir berkali-kali sebelum benar-benar melakukannya . Dalam memberantas korupsi tidak peduli, siapa saja, entah pejabat, polisi, jaksa dan siapa saja yang menyimpangkan uang negara atau uang rakyat harus dijatuhi hukuman sesuai peraturan undang-undang. 
Korupsi merupakan benalu sosial yang merusak sendi-sendi struktur pemerintahan dan menjadi hambatan paling utama bagi pembangunan di Indonesia. Persoalan korupsi di Indonesia sepertinya sudah menjadi persoalan yang amat kronis dan perlu penanganan khusus. Layaknya wabah penyakit, korupsi sudah menyebar luas ke seantero negeri tercinta ini dengan ragam modusnya dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.  Ada orang yang mengatakan, korupsi merupakan “seni hidup”, dan menjadi salah satu aspek “kebudayaankita.
Sebelum lebih jauh lagi membahas mengenai korupsi dan upaya-upaya melawan korupsi, ada baiknya kita berkenalan dulu dengan korupsi, sebab ada prinsip dalam dunia militer yang sangat terkenal, kurang lebih berbunyi “Jika ingin menang perang, kenali dulu musuhmu!”. Seandainya yang kita bicarakan disini adalah perang melawan korupsi, hampir bisa dipastikan kita akan kalah perang. Penyebabnya gampang saja; karena masih banyak orang yang belum tahu apa sebenarnya korupsi itu meskipun kata-kata korupsi, kolusi dan nepotisme sudah sangat akrab dengan telinga kita. Mulai dari pejabat, mahasiswa, ibu-ibu sampai supir angkutan umum sudah Asering menyebutkan kata itu. Namun, ketika ditanya apa artinya, cuma sedikit dari mereka yang tahu apa arti korupsi itu.
Menurut Wikipedia.org dijelaskan bahwa korupsi berasal bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup seseorang maupun sekelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Akibatnya, muncullah fenomena OKB-OKB ( Orang Kaya Baru) dadakan yang hidup dalam kelimpahruahan harta yang memasukkan mereka ke dalam golongan ‘élite’ yang dihormati dan berkuasa. Mereka juga menduduki status sosial yang tinggi. Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi, cenderung bersikap acuh tak acuh dan semakin apatis dengan semakin meluasnya praktek-prktek korupsi oleh beberapa pejabat lokal, regional maupun nasional. Sebaliknya, para mahasiswa menanggapi korupsi dengan lebih ekspresif melalui aksi-aksi demo, kritik, lalu memberikan sugesti-sugesti kepada pemerintah untuk melakukan tindakan korektif tegas terhadap perbuatan korupsi.
Aktor korupsi harus diproses sesuai hukum yang berlaku di Negara Indonesia ini. Dalam hal ini menurut saya ada beberapa hal yang harus dicermati khususnya oleh penegak hukum yaitu jenis korupsinya apakah korupsi dilakukan secara perorangan atau berjamaah. Untuk yang perorangan mungkin sedikit lebih mudah dalam hal penanganannya, namun untuk korupsi yang berjamaah dalam suatu sistem tentunya tidak mudah dan dalam hal ini tentunya tidak adil apabila hanya pada lini atas saja yang dipangkas.
Menurut saya, kasus korupsi adalah sebuah kasus yang ditimbulkan oleh mereka yang hatinya sedang sakit bahkan telah mati. Hati  yang sedang sakit akan memerintahkan kepada pikirannya untuk melakukan tindak kejahatan. Otak atau pikiran akan mengatur strategi untuk memenuhi perintah itu. Otak yang cerdas akan mencari cara-cara yang sekiranya menyelamatkan. Oleh karena itu bagi orang  yang cerdas tidak akan mau korupsi dalam jumlah yang kecil. Selain itu, otak yang cerdas akan melakukannya secara bersama-sama agar selamat. Itulah kemudian, muncul istilah korupsi berjamaah atau mafia korupsi. Korupsi seperti itu masuk kategori tingkat tinggi. Kasus korupsi Bank Century, kasus korupsi dan suap terkait pembangunan Wisma Atlet yang hingga saat ini belum terpecahkan, merupakan beberapa contohnya. Kasus itu sulit dibuka, karena dilakukan oleh orang-orang yang sangat cerdas, tetapi hatinya sakit.
Korupsi tentu tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau negara ini benar-benar ingin mencapai tujuannya yaitu “kesejahteraan umum” sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila. Korupsi harus ditanggulangi secara tuntas dan bertanggungjawab walaupun hal tersebut masih agak jauh dari kata “bisa”, bukannya pesimis, tetapi faktanya korupsi sendiri seperti sudah mendarah daging dalam kehidupan di Indonesia. Percaya atau tidak, menurut saya, anak di bangku sekolah dasar pun sudah belajar melakukan korupsi kecil-kecilan dan seiring naiknya taraf pendidikan, maka anak itu akan belajar terus melakukan tindakan korupsi yang agak lebih besar. Misalnya saja, budaya mencontek yang telah dilestarikan sejak SD, kemudian ada juga kecurangan yang dilakukan seorang bendahara kelas yang memakai sebagian uang kas kelas untuk keperluan pribadinya. Inilah bibit-bibit dari kasus-kasus korupsi besar.
Untuk memberantas korupsi yang sudah berurat berakar dalam sendi-sendi masyarakat kita, diperlukan adanya partisipasi dari segenap lapisan rakyat. Tanpa adanya partisipasi dan dukungan dari rakyat, saya jamin, segala undang-undang dan komisi-komisi yang dibentuk untuk menggagalkan atau menghapuskan korupsi itu akan berujung pada kegagalan. Saya mempunyai beberapa solusi yang saya harap bisa menjadi terobosan untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan atau budaya korupsi di negeri ini, seperti :
·                     Memberantas korupsi mestinya tidak saja lewat upaya memperbaiki perilaku seseorang yang tampak atau aspek ‘dhahir’nya, tetapi seharusnya dilakukan secara menyeluruh, mulai dari menyehatkan hati, pikiran dan sekaligus perilakunya. Menyehatkan hati jalan yang terbaik adalah melalui pendekatan agama. Orang yang dekat dengan kitab suci, tempat ibadah, dan juga para pemuka agama, insya Allah hatinya akan menjadi sehat. Dari upaya menyehatkan hati itulah maka penyimpangan, dan tidak terkecuali tindakan korupsi akan menjadi   hilang, atau paling tidak semakin  berkurang (meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
·                     Mendidik anak negeri atau para pelajar sebagai calon pemimpin bangsa yang baik untuk menjauhi sifat tercela seperti hidup berlebihan, boros, konsumtif dan hedonis, juga tamak, dimana sifat-sifat inilah yang mendasari terbentuknya perilaku koruptif.
·                     Menumbuhkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang pendidikan dan pergaulan hidup masyarakat sehari-hari.
·                     Media massa merupakan salah satu sarana yang sangat bermanfaat karena fungsinya sebagai media penerangan, maka diharapkan kepada seluruh media massa tanah air untuk turut membantu menggelorakan semangat anti korupsi melalui artikel-artikelnya, poster-
poster, gambar atau foto, penyiaran berita yang mengandung unsur ajakan memerangi korupsi, dan juga mengajak pembaca atau penonton ikut bersama-sama membasmi korupsi dari akarnya.
·                     Adanya kesadaran rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam politik dan menjadi kontrol sosial dan tidak bersikap apatis.
·                     Menanamkan aspirasi nasional yang positif dengan mengutamakan kepentingan nasional, kejujuran, pengabdian pada bangsa dan Negara, melalui system pendidikan formal maupun informal dan pendidikan agama.
·                     Adanya kesadaran pemimpin atau pejabat pemerintahan untuk menjadikan dirinya teladan yang baik bagi rakyatnya dan pantas dicontoh. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur disertai etos atau disiplin kerja yang tinggi (berdedikasi).
·                     Adanya sanksi dan kekuatan riil untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi secara tegas. Tanpa itu, UU, tim, komisi dan operasi menjadi mubazir saja.
Prof. Satjipto Rahardjo, S.H, mantan rektor UNDIP pernah berkata begini, “bagaimana halaman bisa bersih, kalau sapu yang dipakai saja sapu kotor ?”, jadi menurut saya berdasarkan pemaknaan saya sendiri, bagaimana kita bisa menghapuskan korupsi itu kalau sejatinya dari dalam diri kita saja masih ada unsur-unsur korupsi yang terbilang kecil-kecilan yang konon sudah menjadi lifestyle, misalnya saja mencontek saat ujian, dsb. Jadi kalau ingin membasmi korupsi, sebaiknya kita mulai dari dalam diri kita sendiri. Kukuhkan pendirian dan tekad kita dan jangan mudah tergoda oleh kesenangan sesaat jika kelak tidak ingin  menuai kesakitan yang panjang. Kita sebagai seorang mahasiswa ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik, memberikan teladan bagi masyarakat di sekitar kampus maupun tempat tinggal kita.  Intinya, awali sebuah kebaikan dari dalam diri sendiri.
SHARE 0 comments

Add your comment

© Alfizza Murdiyono · Designed by Sahabat Hosting