Malam ini, ketika saya sedang termenung di kamar menunggu pukul setengah delapan tepat, saya memandang rak buku di kamar kos saya yang sesak dan tidak terlalu rapi karena banyak buku berserakan begitu saja. Tiba-tiba saja saya tertarik pada salah satu buku koleksi yang sudah lama saya pajang tanpa saya buka-buka, namun, dulu saya pernah membacanya...
Mumpung ada waktu luang, maka saya buka-bukalah buku tersebut. Anda mau tahu buku apa yang saya maksudkan ?
Baiklah, buku kesayangan saya ini berjudul "Memaknai Jejak-jejak Kehidupan". Anda tahu siapakah sang penulis karya hebat itu ? Yap !
Anda cerdas sekali, bung ! Ialah Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Tentu anda-anda sekalian ini sudah tahu beliau kan sebelumnya ? yaah, minimal anda pernah mendengar nama beliau sebelumnya, atau mungkin saja anda baru tahu ketika membaca tulisan saya ini ?!
Well, well, well, everything is okay, tidak masalah.
Jadi, pada sesi kali ini, saya ingin men-share secuil ilmu kehidupan yang menjadi chapter favorit saya di buku tersebut, judulnya "The Art of Happiness".
Manarik sekali, bukan ?!
Tentang seni kebahagiaan. Saya yakin, jika saya bertanya pada anda semua, apakah anda pernah merasakan yang namanya bahagia, pasti anda akan menjawab "PERNAH !" , jika saya bertanya apakah anda pernah merasa berduka ? yap ! anda tentu akan menjawab "PERNAH" juga.
Jadi begini, saya pernah mendengar bahwa "Sesungguhnya tidak ada kebahagiaan yang hakiki pun dengan kesedihan yang abadi"
Kalau bicara kebutuhan dasar manusia, itu mudah dijelaskan yaitu seputar pangan, pakaian, papan dan kesehatan. Jika keempatnya sudah terpenuhi, seseorang sudah memiliki modal pokok untuk meraih prestasi dan kebutuhan lain yang lebih tinggi, misalnya pendidikan, rekreasi, dan tabungan hari depan.
Tetapi, begitu bicara soal kebahagiaan (happiness), penjelasan dan pemenuhannya cukup rumit. Sulit menjelaskan dan membuat definisi tentang apa itu kebahagiaan, sebagaimana repotnya membuat definisi agama. Begitu pun halnya, definisi tentang cinta yang dimunculkannya ternyata begitu beragam.
Secara sederhana, kebahagiaan adalah suasana hati, emosi dan perasaan yang nyaman, puas, lega yang sebisa mungkin perasaan itu tidak hilang.Kalaupun hilang ingin dihadirkan lagi dan lagi. Hanya saja, tingkat kebahagiaan orang berbeda-beda, begitupun sumbernya. Lebih dari itu sesungguhnya sulit untuk membanding-bandingkan kebahagiaan orang mengingat setiap pribadi punya hak dan kebebasan untuk membuat ukuran dan memaknai kebahagiannya sendiri.
Seni Meraih Kebahagiaan
Perlu seni untuk mendapatkan kebahagiaan. Sekadar contoh, mari bayangkan, ada lima orang yang masing-masing diberi hadiah gitar. Meski wujud barang itu sama, pasti makna dan fungsinya akan berbeda-beda ketika masing-masing telah memilikinya. Mungkin saja ada yang kemudian menjual gitar tersebut karena sama sekali tidak pintar memainkannya, namun, bagi seorang gitaris yang kebetulan tidak punya gitar, pasti ia akan menjadi sangat senang. Gitar itu bisa ia mainkan untuk menghibur diri sendiri dan orang lain. Coba bayangkan lagi sebuah gitar, jumlah senarnya ada tujuh sesuai dengan not lagu, namun sudah berapa ribu jumlah nyanyian yang tercipta dengan nada yang tujuh itu ?
Jadi, ketika hal-hal kecil bertemu dengan mereka yang memiliki keterampilan olah seni, hal-hal yang tampkanya kecil dan sepele itu akan menjadi indah, mendatangkan kesenangan, dan kebahagiaan bagi dirinya dan bagi orang lain. Mereka yang memiliki seni melukis, dengan modal kanvas, cat, dan kuas akan mendatangkan sumber kebahagiaan dan bahkan nilai komersial yang tinggi ketika melahirkan sebuah lukisan yang bagus. Tetapi bagi yang tidak memiliki bakat seni, kuas, cat dan kanvas tidak banyak berarti. Bahkan, sekarang ada sebuah pemikiran bahwa melukis merupakan salah satu cara untuk melepaskan berbagai macam stress yang mengendap dalam diri seseorang.
Dalam sebuah kreasi seni, unsur perasaan, unsur imajinasi, dan pemaknaan sangatlah penting, di samping keterampilan tangan. Hal yang tampak kecil dan kurang berharga secara material bisa saja berubah menjadi sebuah karya seni yang indah dan penuh makna bagi orang-orang yang pandai menggubah dan memaknainya.
Nah, bukankah hidup kita ini tak ubahnya seni melukis maupun memainkan gitar? Bukankah kehidupan layaknya sebuah permainan sepakbola ataupun golf? Ruang dan waktu yang tersedia merupakan kanvas yang di atasnya akan kita lukis dengan beraneka ragam aktivitas kita. Kita memiliki batasan dan sekaligus kebebasan, sebagaimana dalam seni bermain catur. Ataupun dalam bermain sepakbola. Disana ada ketentuan berapa luas lapangan, jumlah pemain, dan sekian aturan yang mesti ditaati. Dalam lingkup keterbatasan dan peraturan itulah sebuah permainan diselenggarakan dan berubah menjadi sebuah perjuangan untuk berprestasi dan sekaligus panggung festival seni yang mengasyikkan untuk dijalani dan ditonton.
Sangat disayangkan, permainan sepakbola kita belum sampai pasa tingkat sebuah festival seni yang begitu indah dinikmati sebagai klub-klub Eropa, yang kadang terjadi adalah justru tawuran dan perkelahian. Di sini, entah disadari atau tidak, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan, etika, dan seni bangsa ini dalam masyarakan masih rendah. Ingin menang, namun tidak siap kalah. Padahal sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa permainan itu tak kalah penting dari keinginan untuk menang, terdapat dimensi lain yang sangat ubstansial, yaitu seni dan fstival kehidupan.
Demikianlah, meraih kebahagiaan perlu melibatkan keterampilan, penghayatan seni, dan kecerdassan, sebagaimana dalam sport. Yang tak kalah unik dan menarik adalah permainan golf yang sarat akan makna kehidupan. Objek yang dimainkan hanyalah bola kecil dalam lapangan yang begitu luas, tujuan akhirnya adalah bagaimana memasukkan bola ke lubang tujuan yang juga sangat kecil, dengan jumlah pukulan sesedikit mungkin. Namun usahanya untuk memasukkan bola dihadang dengan berbagai riantangan yang ada dan sengaja dibuat, semisal kolam, semak-semak, dan lapangan yang berkelok-kelok. Seorang golfer ketika berhasil melayangkan bola melewati berbagai rintangan atau jebakan dengan arah dan jarak yang tepat, maka disitulah muncul kebahagiaandan kepuasan batin yang hanya bisa dimengerti oleh si golfer tadi. Yang tak kalah membahagiakan adalah ketika seseorang, dari jauh mampu memasukkan bolayang kecil itu ke lubang akhir yang juga kecil. Sejak pukulan pertama sampai tujuan akhir adalahserial perjuangan berkesinambungan yang menantang. Di situ diperlukan kesabaran, konsistensi, dan antusiasme menghadapi tantangan dan sikap rendah hati, serta harus memegang prinsip kejujuran dalam menghitung skornya.
oke, mungkin sebagian dulu saja,
insya Allah akan saya lanjutkan lagi esok hari ...
sabar menanti yaaa :)
sabar menanti yaaa :)
Jadilah seseorang yang bahagia dalam kesedihan,
namun, jangan pernah bersedih jika melihat teman anda bahagia. Itu ciri-ciri manusia berhati busuk.
Naudzubillah mindzaliik.
Add your comment