Hari Sabtu weekend yang lalu, tanggal 20 April 2013, Ayah tiba di
kos saya dalam rangka “menjenguk” anak gadisnya yang sedang merantau di negeri
orang dalam rangka menimba ilmu sebanyak-banyaknya, mencari pengalaman
sebanyak-banyaknya dan mengenal orang dengan berbagai karakter sebanyak-banyaknya.
Kata Ayah, dengan kita banyak berteman dengan siapa saja, lama-kelamaan kita
akan dapat mengerti karakter orang dari suku bangsanya, dari bentuk wajahnya,
pembawaan dan cara berbicaranya dan sebagainya lah.
Pada hari Sabtu itu pula, saya dan teman-teman mengikuti
kegiatan menanam mangrove dalam rangka Hari Bumi di pantai Tirang. Kegiatan ini rutin diadakan setiap
tahun oleh teman-teman dari KSG FIS UNNES.
Sesampainya di kos, saya bertemu dengan Ayah yang sedang
beristirahat di kamar setelah melalui long
journey-nya dari Makassar. Karena tidak ada penerbangan langsung dari
Makassar menuju Semarang, maka Ayah lebih memilih menggunakan jasa bis antar
provinsi dari Surabaya menuju Semarang.
Pada Hari Minggunya yaitu tanggal 21 April 2013, Ayah mengajakku jalan-jalan ke Semarang bawah. Mengajakku ke Gramedia store dan membeli beberapa buku. Sebenarnya ada beberapa buku yang saya inginkan sejak dulu hingga kini, namun saya sudah tidak menemukannya lagi di Gramed.
Pada Hari Minggunya yaitu tanggal 21 April 2013, Ayah mengajakku jalan-jalan ke Semarang bawah. Mengajakku ke Gramedia store dan membeli beberapa buku. Sebenarnya ada beberapa buku yang saya inginkan sejak dulu hingga kini, namun saya sudah tidak menemukannya lagi di Gramed.
Buku tersebut ialah “MOMOYE”, “Novus Ordo Seclorum” dan buku
mengenai Antropologi.
Satu jam… Dua jam … Dua jam setengah … Tiga jam seperempat …
kami berada di Gramed. Sungguh tidak terasa.
Aku berjalan mengitari buku novel, membaca synopsis beberapa
buku yang sampul dan judulnya menarik minat baca, namun tidak membelinya…
*hahahwww *ketahuan deh!!! :D
Akhirnya setelah puas berkeliling, Ayah mengajakku menuju
kasir. Dengan penuh sukacita dan semangat yang memancar dari kedua mata Ayah
yang kini pada kelopaknya mulai tampak kerutan-kerutan kehidupan –ahh, ayah
semakin menua-, Ayah menunjukkan buku-buku yang ada dalam tas belanjanya.
“Ayah beli buku apa aja?” tanyaku penasaran
“Ini kak, Ayah sudah lama ingin membelikan kakak bukunya Pak
Karni Ilyas. Satu lagi buat Ayah baca di perjalanan pulang ke Putussibau,
bukunya Pramoedya yang kemarin Ayah cari-cari” ujar Ayah dengan senyumnya yang
selalu saya rindukan.