Hari ini tanggal tujuh belas april dua ribu tiga belas  adalah hari yang sangat istimewa.

Ingin tahu mengapa? Yap… itu karena untuk pertama kalinya saya masuk ke kantor PDAM Tirta Moedal dan berurusan dengan yang namanya alur-alur aturan di kantor.
Jadi begini, saya ingin sekali memotret bagaimana proses-proses atau tahapan-tahapan air PDAM yang awalnya dari air sungai menjadi dapat dikonsumsi masyarakat, saya ingin tahu bagaimana suasana di dalam laboratorim air, ingin memotret bapak-bapak yang sedang bekerja mengontrol air produksi dan sebagainya. Saya dan  sahabat terbaik saya yang sudah saya anggap saudara saya sendiri,Muhammad Kharis Sibyan ingin mencoba masuk kesana, namun ternyata, kami harus melewati tahapan-tahapan sebelum masuk ke lokasi yang kami inginkan.

Pertama-tama, saya mendatangi satpam di laboratorium air, namun kata pak satpam, saya harus meminta izin terlebih dulu di kantor PDAM,meminta surat izin memotret di kawasan itu.
Kemudian saya datanglah ke kantor PDAM, namun karena belum mengerti saya harus kemana, bertemu siapa, dan bagaimana prosedurnya, maka lagi-lagi saya menemui pak satpam di kantor tersebut. Saya disambut dengan sangat ramah oleh satpam di kantor tersebut.
“Selamat siang bapak… (berjabat tangan)”
“selamat siang mbak. Ada apa ya ?”
“begini bapak, saya ingin mengambil gambar di kawasan sekitar laboratorium air dan di kawasan produksi air juga tendon air , pak. Saya harus bagaimana ya pak ?”
“Oh begini saja mbak, sebentar saya telponkan bidang informasi, nanti mbak ngomong langsung saja ya”
“baiklah pak”
tet tet tet
“Halo selamat siang…” terdengar suara pria dari seberang sana
“selamat siang bapak, saya Izza dari Unnes. Saya ingin mengambil foto di kawasan laboratorium air, tendon air dan di kawasan produksi air, pak untuk kepentingan ******* yang bertema ***, bagaimana ya pak caranya agar saya bisa mendapatkan surat izin masuk dan mengambil gambar ?”
“Oh begitu ya mbak, silahkan datang ke sekretariatan, nanti disitu mbak jelaskan maksud dan tujuan mbak, nanti dari sekretariatan akan diarahkan menuju humas. Begitu saja mbak…”
“Baiklah pak, terimakasih banyak ya pak, selamat siang” kata saya sambil menutup telepon.
“Bagaimana mbak ?” Tanya pak satpam
“Oh, begini pak, jadi saya harus ke sekretariatan dulu, nanti setelah itu saya akan diarahkan ke humas. Jadi, kantor sekretariatnya dimana ya pak?”
“Iya benar begitu mbak… Kantor secretariat itu dari pos ini mbaknya jalan sampai pintu masuk yang di sebelah sana, masuk pintu pertama, kemudian keluar dari pintu kedua, nah ruangnya ada di sebelah kanan mbaknya. Tenang aja, nanti ada tulisannya kok mbak” Jawab pak satpam dengan sangat ramah
“oh jadi begitu ya pak, baiklah sekarang saya kesana dulu ya pak.. terima kasih banyak atas bantuan bapak”
“Oh iya mbak, sama-sama”
“mari pak…”
“nggih mbak, monggo”
***

Maka, saya dan Siby bergegas masuk ke dalam kantor PDAM tersebut. Kantor yang seluruh gedungnya bercat biru itu sangat bersih dan dingin. Syukurnya, para pegawai pun sangat ramah pada kami .
Sesampainya di kantor sekretariat, saya bertemu dengan dua orang ibu-ibu yang juga sangat ramah.
“Permisi ibu…”
“oh ya mari mbak…  ada apa ya mbak ?” tanya seorang Ibu pegawai yang kami baru saja meletakkan gelasnya di tatakan di samping dispenser.
“begini Bu, saya Izza dari Unnes. Saya ingin meminta surat izin masuk dan memotret kegiatan di dalam laboratorium air, tendon air, dan ruang produksi air, Bu. Untuk kepentingan ******* di unit kegiatan mahasiswa fotografi di Unnes, Bu”
“Begitu ya mbak. Berarti mbaknya harus minta surat izin dulu dari Unnes. Nanti tinggal ketemu direktur utama aja mbak untuk prijinan masuk. Lha mbaknya jurusan apa?”
“Harus surat dari  Unnes, Bu ? Wah. Saya dari jurusan sosiologi dan antropologi, Bu” jawab saya dengan keadaan hati agak shock.
“Iya mbak, minimal surat yang ditandatangani oleh dosen pendamping begitu mbak. Emmm, anak saya juga ada di Unnes, mbak.” jelas Ibu tadi
“Wah, begitu ya bu (ekspresi bingung)… Oh ya, Bu …” saya kebingungan
“duduk dulu mbak, silakan . tunggu sebentar ya”
Menunggu
“nah mbak, sekarang mbak dan masnya langsung ke bagian Humas saja ya untuk masalah perizinan. Kantornya ada di seberang, ada tulisannya kok”
“iya, Bu. Terimakasih banyak ya Bu “
“Iya, sama-sama mbak…” Ibu itu tersenyum ramah pada kami.
Sesampainya di ruang humas, kami bertemu dengan mbak-mbak cantik yang hendak keluar ruangan dan berpas-pasan dengan kami.
“Ada apa mbak, mas ?” Tanya salah seorang mbak yang berkerudung
“begini mbak, saya ingin meminta surat izin masuk dan memotret kegiatan di dalam laboratorium air, tendon air, dan ruang produksi air, Bu. Untuk kepentingan ******* di unit kegiatan mahasiswa fotografi di Unnes, mbak”
“oh, iya gampang lah mbak. Tunggu sebentar ya. Ini sudah jam setengah satu, jam istirahat mbak, mas. Duduk dulu ya” kata mbak cantik tersebut tersenyum ramah.
“oke deh mbak” jawab saya sumringah
Kemudian kami duduk di kursi rapat yang ada di ruang “pers conference” dan seperti biasa saya sempat berfoto ria disana.
Setelah foto-foto, saya kembali ke tempat duduk semula. Tiba-tiba seorang Bapak muncul dari balik meja tempat saya foto-foto tadi, sepertinya Bapak itu baru bangun dari tidurnya.
“waduh, saya ketiduran…” seru sang Bapak
“hahaha… saya kaget, Pak” kata saya tiba-tiba saking kagetnya.
“Sedang menunggu siapa mbak ?”
“Ini pak, saya saya ingin meminta surat izin masuk dan memotret kegiatan di dalam laboratorium air, tendon air, dan ruang produksi air, Pak.”
“oh itu tunggu Pak Agus, mbak. Yang biasanya tanda tangan untuk surat-surat perizinan seperti itu. Mungkin jam setengah dua nanti baru datang.” tanggap Bapak tersebut
“Kalau begitu saya pulang dulu saja ya pak, jam satu saya ada ujian di kampus. Besok saya kesini lagi ya Pak” saya memohon diri sambil senyum-senyum
Pulang dari kantor PDAM saya dan Siby langsung menuju Unnes kembali untuk mengikuti ujian tengah semester mata kuliah perubahan sosial budaya.
***
Pada sore harinya sepulang dari kampus, saya  duduk-duduk di beranda rumah kos sambil menangkap sinyal wifi dari gedung perkuliahan Mipa. Seperti biasa, mencari wifi gratis meskipun sinyalnya seperti siput yang jalannya ngesot yang penting bisa buka facebook dan dasbor blog *hehehe
Pada menit-menit pertama, sinyal wifi masih baik baik saja dan saya sangat anteng duduk di depan liquid crystal display notebook merah kesayangan saya sambil berselancar di google, kunjungan rutin ke blog-blog para blogger yang juga teman saya sendiri dan (biasalah anak muda dan gaul) buka akun facebook dan memulai percakapan dengan salah seorang teman baik saya di dunia fana maupun dunia maya *eaaaa
Namun, pada menit ke lima belas, sinyal wifi mendadak turun dan keluarlah lambang pentungan yang mengisyaratkan bahwa saat itu tengah terjadi kerusakan atau kesalahan dalam jaringan dan saya mulai merasa bosan dan juga galau.
Celingak-celinguk ke kiri dan kanan samapai garuk-garuk kepala hingga kulit kepala menjadi tipis pun saya lakukan (lebay sekali ya saya :D )
Ketika saya menoleh ke arah kiri, saya menemukan seekor kucing kampung berwarna loreng  oranye dan putih tengah duduk di atas bak sampah di depan kos saya. Saya mendekatinya dan mengambil gambar kucing tersebut lalu meng-upload foto tersebut ke instagram dengan judul “Kucing nongkrong di atas Tempat Pembuangan Sampah” kemudian menandainya ke akun facebook saya.
Lima menit kemudian, saya menuai jempol-jempol yangdi berikan oleh teman-teman saya di instagram dan di facebook. Tidak banyak sih, tetapi saya sangat menghargai apresiasi mereka. Teman facebook saya sangat baik hati dan tidak pelit, mereka selalu mengapresiasi karya saya dan saya menganggap itu sebagai dukungan buat saya untuk terus berkarya.
Terima kasih untuk semua teman facebook saya *terharu
Nah, karena setengah jam berlalu dalam kesuntukan karena sinyal wifi terputus, maka saya berusaha tetap terkoneksi dengan internet dari handphone saya si “Andrew” karena saya juga tidak punya pulsa saat itu. *mesakke ya*
Saya membuka akun facebook dan twitter , saat stalking di home-nya twitter, saya menemukan informasi yang sudah sejak lama saya tunggu, yaitu kebakaran.
Ya ampun, saya kok jahat banget yaaa… ckckck, jadi begini teman-teman, saya menunggu momen kebakaran itu Cuma karena saya ingin sekali melihat cara kerja para pemadam kebakaran alias damkar alias fire fighter. Di sisi lain, saya juga sedang membutuhkan foto-foto yang berhubungan dengan manfaat air. Nah dengan adanya kebakaran dan pemadam kebakaran, impian saya untuk mendapatkan foto mereka terbuka lebar, kan ? (tapi saya tetap terlihat jahat yaa L )
Menit itu juga saya langsung menghubungi kakak saya yang baik hati yaitu kak Edi untuk meminjam kendaraannya. Tidak lama setelah itu, saya langsung meluncur ke Tembalang dengan kecepatan rata-rata lah. Saat itu seperti biasa, jalanan Jatingaleh-Gombel sangat padat karena ada antrian mobil yang keluar masuk dari jalan Tol Jatingaleh. Jadi saya menghabiskan kurang lebih 30 menitan hingga sampai di tempat kejadian perkara.
Kebakaran terjadi di toko furniture di daerah Ngesrep-Tembalang. Toko tersebut tepat berada di sebelah kirinya distro Energy.
Dari hasil kepo pada salah satu polisi yang sedang bertugas mengamankan lokasi kejadian, saya ketahui bahwa kebakaran tersebut terjadi pada pukul lima sore tadi dan ketika saya sampai di TKP, api sudah dapat dipadamkan . Intinya, saya terlambat satu jam.
Tetapi tidak masalah, karena saat saya kesana, saya masih bisa merekam mas-mas damkar bekerja.
Disana saya bertemu dengan salah seorang Bapak yang sangat ramah dan mengarahkan saya untuk bertemu dengan seorang Bapak yang ternyata setelah saya ketahui bernama Bapak Mustohar, beliau adalah kepala Dinas Kebakaran Kota Semarang.
Pak Mustohar sempat mengatakan bahwa Dinas Kebakaran masih kekurangan petugas pemadam kebakaran.
Dari beliau juga saya tahu bahwa yang terbakar itu toko furniture milik Pak Teguh dan para petugas pemadam kebakaran sudah dilatih secara keras dan berdisiplin tinggi.
Nah, bagi teman-teman yang ingin jadi hero seperti para petugas pemadam kebakaran, silakan mendaftarkan diri. Saya belum tahu bagaimana caranya untuk jadi seperti mereka… *hohoho
Di lokasi kebakaran, saya bertemu dengan Pak Camat Banyumanik dan Pak Lurah Ngesrep.
Oleh Pak Camat, saya didoakan agar menjadi seorang jurnalis professional yang siap jungkir balik kalau ada momentum tak terduga.
Dengan polosnya saya mengamini doa beliau dengan sungguh-sungguh.
Jadi seorang Jurnalis ? waw ! pasti pekerjaan yang berat.
Setelah itu, saya berjalan mendekati tempat kejadian perkara dan memotret beberapa bagian dalam yang masih tersisa dan basah.
Namun, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundakku, kemudian aku berbalik. Seorang pria tinggi besar dan brewokan yang menepuk pundakku. Aku pikir ia seorang polisi, hingga kemudian aku tahu bahwa ia seorang koordinator wartawan yang hendak meliput kejadian kebakaran tersebut.
“Mbak, dari koran mana ya? Bisa lihat surat tugasnya ?” katanya kemudian
“Oh saya independent mas, tidak punya surat tugas.” Jawab saya serta merta
“kalau tidak punya surat tugas jangan dekat-dekat mbak, foto dari jauh aja. Ini hanya untuk wartawan yang punya surat tugas” jelasnya tegas dan melongos pergi begitu saja.
Setelah itu, saya memasukkan kamera ke dalam tas dan kaaaabbbuuuuuuurrrrr :D
Saya bertemu lagi dengan seorang polisi yang di awal tadi sudah sempat berbincang-bincang dengan saya. Saya tersenyum pada beliau dan beliau pun tersenyum pada saya.
“Sampun mbak ?” katanya
“Sampun, Pak. Matur suwun nggih Pak” kata saya sebelum pergi dari tempat tersebut dengan sumringah

Hari ini saya mendapat banyak pelajaran dari pengalaman-pengalaman saya. Intinya, saya harus berani. Saya harus berani mengambil keputusan, berani menghadapi orang lain, berani berbuat kebaikan, berani berbicara meskipun dengan orang tua dan belum bisa brbahasa Jawa dengan baik, berani untuk jadi diri saya sendiri juga berani menjadi berbeda dengan usaha yang berbeda dari yang orang lain lakukan.
Aku ingin berani seperti para “Fire Fighter” yang berani menghadapi ketakutan mereka terhadap kobaran api, berani menolong sesama kapan pun mereka dibutuhkan dengan penuh pengorbanan.
Aku menyaksikan sendiri rona bahagia yang terpancar dari wajah para petugas pemadam kebakaran itu saat team mereka berhasil memadamkan api yang membahayakan manusia.
Kalau boleh jujur, aku salut pada para “Fire Fighter” atau "Rescuer". Mereka sangat berjasa !

Ini dia hymne pemadam kebakaran ;
Pemadam kebakaran jasanya abadi dihati…
Sungguh mulia dalam karyanya sepenuh hati…
Sirine meraung dan kobaran api menggila…
Maju berjuang ke medan laga untuk selamatkan sesama…
Walau cercaan silih berganti pemadam tidak perduli…
Tanpa pamrih dalam bekerja mengharap ridho yang kuasa…
Ikhlas dalam bertugas mempertaruhkan jiwa raga…
Apabila sukses dalam bertugas bersyukur dan berbagi…





SEMANGAT PADAMKAN SI JAGO MERAH :)

SHARE 0 comments

Add your comment

© Alfizza Murdiyono · Designed by Sahabat Hosting