Cerita Tentang Kesialan yang Sialan !

by nyakizza.blogspot.com, 00.40
Senin, 09 Desember 2013 Pukul 23.48

Aku masih duduk anteng di depan layar laptop yang sialan
mengetik laporan penelitian sialan
padahal aku telah mengetiknya dua kali,
script pertama hilang karena file corrupt
dan malam ini pada pukul 23.57
script laporan akhir penelitianku yang baru saja hampir aku selesaikan, aku khatamkan, HILANG !
hilang tepat di depan mataku.
Sepertinya microsoft word sialan itu terkena gangguan
atau dia senang ya melihat aku meratapi nasib karena kehilangan tulisanku sendiri.

Seharian ini, daripagi sampai malam aku menghasilkan 2.500-an kata yang aku tuangkan dalam laporan penelitianku
namun sekarang harapan indah itu hilang.
Aku kehilangan semangat untuk melanjutkannya
Capek Yaa Allah :'(



Pak Bayu, maafkan Izza karena tidak mengerjakan amanah ini dengan baik.
Sialnya lagi, program komputer tidak mau diajak bekerja sama dengan baik :(

duh, Gusti

Bukan Cerita yang Baik

in , , by nyakizza.blogspot.com, 11.50
aku selalu menyesal pernah membuat, mengambil dan menjalani pilihan-pilihan terburuk dalam hidupku
termasuk berada di sini dan tidak membuat suatu prestasi apapun
sementara di luar sana
teman-temanku yang kemudian aku ketahui beritanya dari jejaring sosial,
mereka bergerak dengan sangat dinamis, se-dinamis kota dimana mereka tinggal.

Pagi ini, aku masih terbangun
dengan kondisi tubuh yang sangat lemas
dan tulang-tulang punggung yang terasa remuk.
cermin yang cukup besar menunjukkan keadaan terbaru mataku,
sangat buruk
kelopak mataku tampak sangat bengkak
aku melirik ke arah jam dinding Edison berbingkai putih yang berdebu.
ahh... pukul nol sembilan tiga delapan

mataku kembali tertutup
tubuhku berusaha mencari posisi relax agar punggungku tidak lagi sakit.

aku ingat, pagi ini harusnya aku bisa mendapatkan ilmu jurnalistik dan kepenulisan di bukit sebelah
atau paling tidak, aku bisa mencuci seember pakaian dalamku yang kotor.

Sisa-sisa kesakitan belakangan ini seperti masih menghimpit
memendam perasaan yang menyedihkan,
bisul,
keuangan seret,
belum makan nasi sejak dua hari,
hingga pertengkaran yang seperti tidak ada akhirnya.
bagaimana bangkit dari kejatuhan?
aku cuma ingin pindah kamar yang mendapatkan banyak sinar matahari.

Sugeng Enjang :)

Kembali lagi bersama saya dalam promosi-promosi yang biasa aja, gak spektakuler-spektakuler banget *hahaha *berusaha rendah hati*

Dalam post promosi kali ini, saya tidak hanya sekedar mempromosikan barang-barang yang menurut saya berharga, bahkan sangat berharga, tetapi juga berbagi ilmu.

Selama kurang lebih dua minggu belakangan ini, saya, Alfisyahr Izzati bersama rekan saya tersayang, Ratih Tyas Arini, telah membangun sebuah kerjasama wirausaha. Kerjasama ini tidak hanya melibatkan kami berdua loh, tetapi juga secara langsung maupun tidak, kami turut serta dalam pengembangan Usaha Kecil Mandiri (UKM) milik masyarakat asli di sekitar tempat kami belajar, yaitu masyarakat Kampung Malon, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah.
Usaha kami dalam menawarkan kain batik asli motif Semarangan sudah kami lakukan baik secara nyata melalui penawaran langsung maupun via online demi mencakup konsumen yang lebih luas.

Kain batik yang kami tawarkan sekali lagi saya tegaskan, kain batik, bukan kain baju yang bermotif batik, tetapi kain batik asli, mulai dari bahan kainnya hingga cara pembuatannya yang memang benar-benar sesuai dengan prosedur pembuatan batik sungguhan.
Mungkin bagi anda yang belum pernah bersentuhan langsung dengan proses membatik masih merasa kebingungan.
Apa sih perbedaan kain batik dengan kain baju yang bermotif batik ?

Baiklah, mari kita bahas secara perlahan sembari meneguk teh hangat di pagi hari dan menghirup segarnya aroma tanah basah, udara segar pagi hari di kaki gunung Ungaran :D

Pertama, saya akan ajak anda untuk mulai membedakan kain batik dengan kain baju yang bermotif batik
mudah saja sebenarnya, kain batik yang sudah barang tentu kain yang memang benar-benar digunakan para pembatik untuk membuat pola-pola batik di atasnya.
Kain baju yang bermotif batik merupakan bahan baju yang kemudian melalui proses pemberian motif batik secara printing.
Bahan kain batik yang kami tawarkan bernama kain primis. Kain primis ini mempunyai tingkatan-tingkatan kualitas dan tentu menyesuaikan pula harganya.
Yang terbaik bisa anda dapatkan pada bahan kain batik tulis kami, karena kain yang produsen gunakan merupakan kain kualitas nomor satu.
Selanjutnya, untuk kain baju batik yang biasa di jual di pasar, anda akan menemukan kain baju yang lumayan menerawang, sehingga harganya di bawah harga kain yang kami tawarkan.
Hai, sudah cukup lama rasanya kita tidak bersua. Ya, mohon maaf, karena belakangan ini saya terlalu sibuk untuk hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih dari saya. Saya harus memperhatikan materi perkuliahan saya, kemudian tugas yang datang seperti jerawat, hilang satu, eehhh tumbuhnya banyak yaa, sakit pula, hehehe dan saya harus melakukan observasi lapangan kesana-kemari.
Overall, saya harus harus wajib mencintai apa yang saya lakukan seperti wujud cinta dosen saya kepada mahasiswanya yang disimbolkan melalui tugas ;)
Pada kesempatan yang agak langka ini, saya ingin sekali berbagi cerita tentang pengalaman saya beberapa bulan yang lalu ketika saya harus masuk dan berbaur dalam suatu komunitas adat yang tak pernah saya ketahui sebelumnya.

Pengalaman ini benar-benar baru bagi saya dan mungkin juga sebagian teman saya lainnya.
Yap. Sebuah catatan etnografi yang saya tulis secara telaten selama berada di tempat nun jauh di pedalaman Kalimantan Barat.



Landau , merupakan yang tak pernah saya bayangkan bagaimana wujud tempatnya. Mendengar kata Landau saja baru saat saya dan teman-teman tim ekspedisi sungai Boyan duduk dalam satu ruangan pada salah satu ruang kelas jurusan antropologi budaya, UGM.
Dalam peta yang berskala 1 : 1.750.000 yang ayah belikan di Gramedia Bookstore sebagai hadiah karena saya akan mengikuti program ekspedisi tersebut, saya tidak menemukan tempat yang bernama Landau.
Namun, saya dapat menemukan nama Landau justru dari peta yang di buat oleh teman-teman antro budaya dari hasil foto satelit.
Landau merupakan sebuah nama kampung di kecamatan Melawi Makmur, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Lokasinya cukup jauh dari peradaban kota yang sibuk, berpolusi dan panas. Saya tidak tahu pasti berapa jarak antara kota kecamatan Meliau yang dilalui jalan trans Kalimantan Barat dengan pasarnya yang cukup ramai serta terletak tepat di pinggir sungai Kapuas. Jarak Landau menuju kota kecamatan Meliau kira-kira sekitar 3,5 sampai dengan 4 jam dengan menggunakan sepeda motor.

Nah, di Landau ini, saya punya serentetan cerita yang menarik bagi saya, mungkin juga bagi anda yang tertarik membaca.
Penasaran? Yuk mulai membaca. saya akan selalu menemani anda dalam setiap kalimat yang anda baca *hohoooow


PERJALAN PANJANG

Sabtu, 6 July 2013

            Saya bangun pagi pada hari sabtu tanggal enam Juli 2013 pukul empat dini hari. Saya bergegas mandi dan mempersiapkan packing terakhir hingga pukul lima pagi. Ketika saya sudah siap. Saya masih merasa mengantuk dan tertidur lagi di atas kasur empuk teman saya, Tessa. Pada pukul enam pagi, handphone saya bergetar heboh dan saya terbangun kemudian bergegas menjawab telepon.
“Assalammualaikum”, kataku
“Waalaikumsalam, izza. Za, mbak dan teman-teman on the way jemput kamu. Kamu dimana?” kata mbak niah dari seberang
“Oalah mbak, cepat ya… Izza di kos teman jalan Pringgodani 10, samping alfamart  dekat Universitas Sanatha Dharma”
“ok za, tunggu depan kos ya. Kami segera tiba.”
            Segera saya menutup telepon dan bersiap ke depan. Namun, belum ada lima menit, taxi yang menemput saya tiba. Kami menuju bandara.
            Sekitar pukul tujuh kurang dua puluh menit, kami telah sampai di bandara Adisutjipta, Yogyakarta. Sehari sebelumnya, kami dan tim dari UGM dan Jerman telah berjanji akan bertemu di depan KFC dalam bandara pada pukul tujuh. Namun, mereka datang terlambat. Saya dan Sembilan orang teman saya yang dari Unnes, yaitu ada Kak Tegar, Mbak Niah, Mas Marzuqo, Mbak Yurizka, Mas Zulfikar, Mbak Intan, Mas Imron, Mbak Dyah dan Kanita telah berkumpul sambil memakan roti yang kami bawa untuk sarapan pagi itu. Saya membeli beberapa barang, seperti buku ‘monyet’, bolpen, air mineral, dan roti-roti di minimarket bandara. Buku ‘monyet’ merupakan sebuah buku kecil atau buku note yang akan saya pergunakan untuk mencatat data-data lapangan yang saya dapat. Mas Pudjo sebenarnya menyarankan kepada saya dan kawan-kawan untuk menulis menggunakan pensil, tetapi saya memilih memakai bolpen saja agar tulisannya jelas di mata saya.
            Tidak lama kemudian, datanglah salah seorang teman kami, mahasiswa semester atas dari UGM yang bernama mas Azam. Saat itu, saya masih duduk di pinggi jalan untuk melanjutkan mengetik tugas teori antropologi saya yang belum selesai sambil makan roti. Namun, tak lama kemudian mas Azam mengajak saya dan teman-teman berpindah ke dekat pintu masuk ruang check in bandara. Tak jauh dari pintu masuk ruang check in itulah kami bertemu dengan sekelompok teman-teman dari UGM dan Jerman yang sudah ramai. Mereka membawa luggage atau carier bag yang tinggi-tinggi. Ada beberapa anak yang diantar oleh orang tuanya, ada juga yang diantar oleh kekasihnya, sementara yang lain diantar oleh teman-temannya. Sejenak sebelum check in saya menyempatkan diri untuk mengerjakan tugas teori antropologi saya yang harus segera saya selesaikan. Sekitar pukul tujuh lebih, saya dan teman-teman diajak masuk ke ruang check in. Di dalam ruang check in tersebut, saya dan teman-teman kembali berkumpul, kemudian saya melanjutkan mengetik tugas saya lagi. Untung saja saat itu pemikiran saya sedang bisa diandalkan meskipun dalam keadaan darurat. Di dalam ruang check in kami menunggu pendataan barang bagasi selama kurang lebih pukul setengah sembilan. Setelah mendapatkan airtax dan kartu nomor duduk dari bandara, kami dipersilahkan masuk ke dalam ruang tunggu keberangkatan. Saya duduk di salah satu kursi, kemudian kembali melanjutkan tugas sayayang belum selesai. Pukul setengah sebelas siang pesawat kami datang. Saya tetap menunggu di bangku ruang tunggu keberangkatan sambil mengerjakan tugas hingga datang panggilan untuk masuk ke pesawat. Pukul sebelas kurang, kami memasuki pesawat. Pesawat lepas landas pada pukul sebelas siang.
            Pesawat Express Air yang kami tumpangi terbang di langit atas Pulau Jawa, kemudian melintasi selat Jawa dan kemudian terbang di atas Pulau Kalimantan. Satu setengah jam kemudian sampailah kami di Bandara Supadio Pontianak. Begitu turun dari pesawat, saya bergegas jalan menuju bis yang mengangkut penumpang yang turun menuju terminal kedatangan bandara.
            Udara di luar pesawat sangatlah panas. Cahaya matahari yang silau di mata dan menyengat-nyengat kulit. Begitulah keadaan yang lumrah di daerah yang dilintasi oleh garis khayal khatulistiwa.
            Pukul setengah satu lebih lima menit, saya sudah berada di dalam bandara dan segera menuju tempat mengambil bagasi. Menunggu bagasi sangatlah lama. Oleh karena itu, saya memilih untuk pergi ke kamar kecil dan mencuci muka di wastafel. Toilet di bandara Supadio lumayan bersih dan terang. Ada lima pintu wc lengkap dengan wc duduknya yang bersih. Keramik toilet berwarna crème. Di ruang tersebut terdapat kaca besar yang menyatu dengan wastafel yang digunakan pengunjung untuk bercermin dan juga sangat bersih. Setelah buang air kecil, saya meninggalkan toilet menuju pengambilan bagasi dan mengantre disana. Tak lama, tas ransel saya yeng berisi pakaian sekitar lima potong, jilbab tiga lembar, celana bahan satu lembar, kopi Jawa empat bungkus, ada handuk juga, kemudian ada dalaman saya yang jumlahnya tidak banyak. Namun anehnya, tas ransel saya begitu berat sehingga saya memasukkan ransel tersebut ke bagasi.
            Setelah mendapati tas saya dan menggendongnya, saya keluar ruang kedatangan tersebut. Di luar, sudah ada satu truck berwarna biru milik TNI AU Bandara Supadio. Teman-teman saya yang laki-laki sibuk menaikkan luggage milik anggota yang lain. Saya pun meminta tolong teman saya untuk menaikkan tas r.ansel saya tadi yang sudah saya isikan laptop sehingga tas tersebut harus berada di atas agar tidak terhimpit tas lain. Setelah semua tas dinaikkan ke atas truck TNI tersebut, Mas Pudjo menawarkan kami untuk ikut naik truck dan sebagian lainnya jalan kaki menuju pelabuhan speedboat dan klotok. Saya lebih memilih ikut naik truck dari pada jalan kaki, karena kalau jalan kaki agak jauh dan capek, ditambah lagi panas yang melemahkan tubuh.
            Sepuluh menit kemudian kami yang menumpang truck sudah sampai di tepian sungai Kapuas. Di sana ada beberapa warung warga yang menjual makanan berat dan makanan ringan. Di warung yang paling pinggir (dekat sungai) menjual nasi lengkap dengan lauk-pauknya seperti gulai, semur, sayuran di oseng, di sop dan sebagainya. Turun dari truck, saya ikut membantu mas Zuqo, Mas Fikar, Ogir, Bang Ardan menurunkan barang-barang ke depan warung makan tadi. Setelah itu, saya duduk-duduk menunggu teman-teman yang lain di depan warung makan sambil menikmati sebotol air mineral. Tak lama kemudian, datanglah rombongan teman-teman saya yang berjalan kaki dari bandara tadi. Tak tampak raut lelah dari mereka, yang tampak adalah wajah-wajah ceria. Mas Pudjo sebagai pemimpin rombongan telah datang dan langsung menyuruh kami makan siang di warung atau menunggu nasi bungkus. Saya membeli sebotol air mineral lagi dan mengambil sebungkus nasi jatah makan siang saya. Saya makan di bawah terik matahari di tepi sungai Kapuas bersama partner saya, Vega, Asti, dan Gloria. Kami mengobrol dan bercanda sambil menyantap lahap suap demi suap nasi.
            Setelah makan siang, saya pergi ke masjid yang letaknya tak jauh dari tepi sungai. Masjid Desa Sungai Durian namanya. Masjid tersebut masih dalam tahap pembangunan. Dindingnya masih belum di cat, baru saja di plaster. Saat tiba disana, saya menjumpai dua orang bapak yang sedang duduk santai sambil merokok dan minum kopi di beranda masjid. Saya meminta izin untung men-charge laptop dan handphone. Kedua bapak tersebut mempersilahkan saya. Mereka sangat ramah. Saya dibantu untuk mencolokkan kabel laptop ke terminal atau stop kontak listrik disana. Di masjid itu saya kembali melanjutkan tugas teori antropologi saya yang belum selesai juga. Namun, karena kepala saya sudah pusing, saya mengerjakan tugas tidak terlalu konsentrasi dan hasilnya pekerjaan saya kurang baik. Akhirnya, saya membeli paket internet untuk handphone saya. Saya mengirimkan tugas teori antropologi dan kajian etnografi saya melalui email kepada Pak Bayu, dosen saya. Untung saja, Pak Bayu mau menerima tugas saya itu.
            Usai mengerjakan tugas, saya membawa sabun wajah ke kamar mandi di masjid. Disana saya mencuci muka dan kaki saya. Kemudian saya melakukan sholat dzuhur dan sholat ashar.
            Waktu itu pukul setengah tiga siang. Saya diajak teman saya kembali ke pinggir sungai dan bergabung dengan teman-teman. Saya pergi ke pinggir sungai bersama Mas Imron yang kebetulan saat itu baru selesai sholat.
© Alfizza Murdiyono · Designed by Sahabat Hosting