Gerak dan Kedinamisan Hidup
by nyakizza.blogspot.com, 21.44
Pengantar…
Pagi hari ini,
saya terbangun dari tidur dalam kondisi tubuh yang agak memprihatinkan.
Semalaman saya terjaga untuk mengerjakan abstraksi penelitian yang akan saya
ajukan pada seleksi penelitian antropologi. Matahari belum juga tampak jelas di
ufuk. Saya ingin kembali tertidur, namun sulit sekali.
Saya memandang
ke sekeliling kamar. Mata saya terhenti pada buku “Sosiologi dengan Pendekatan
Membumi Jilid I dan II” karya James M. Henslin. Saya mengambil buku Jilid II
dan membuka-buka halaman demi halaman.
Buku Sosiologi Membumi ini merupakan buku kesukaan saya karena isinya
sangat mudah dipahami dan atraktif, sangat cocok untuk pembelajar tipe
audio-visual seperti saya.
Semua materi
sangat menarik, factual dan rasional. Saya terhenti begitu lama pada halaman 141
sampai dengan halaman 144. Pada halaman tersebut membahas tentang “dua sisi
kehidupan keluarga” yang didalamnya terdapat sub-sub tema seperti “sisi gelap kehidupan
keluarga: penganiayaan, kekerasan terhadap anak, dan hubungan sedarah”, “sisi
cerah kehidupan keluarga: pernikahan yang berhasil”, dan “masa depan pernikahan
dan keluarga”. Secara keseluruhan, saya mempunyai ketertarikan yang kuat
terhadap apapun tentang kehidupan keluarga, peran istri dan pengasuhan anak.
Saya bukan seorang feminis ataupun penggiat kesetaraan gender. Berdasarkan rasa
suka, tertarik dan keinginan untuk menjadi seorang ibu (guru) yang baik, yang
ideal bagi anak-anak saya kelak saya mencoba mempelajari, memahami dan
merefleksikan pengetahuan berkaitan dengan “keluarga”.
Imajinasi Saya tentang Cinta dan Pernikahan…
Saya memang
belum pernah melakukan studi mendalam kepada korban kekerasan dalam ikatan
keluarga. Pendapat-pendapat yang saya kemukakan berikut merupakan imajinasi
saya ketika mendengar cerita-cerita dari beberapa teman saya mengenai praktik
kekerasan yang terjadi pada tetangga di desanya. Selain imajinasi, saya pun
akan mengaitkan kasus tersebut dengan pandangan yang dikemukakan sosiolog.
Saya percaya,
suatu pernikahan itu tidak murni berlandaskan cinta semata. Pernikahan juga
dibangun karena adanya dorongan dari anjuran agama, dorongan secara sosial dan
kebudayaan serta dorongan biologis dari dalam diri individu. Oleh sebab itu,
saya senang berpendapat jika cinta itu tidak buta. Cinta tidak membabi buta,
menenggelamkan diri dalam kehendak-kehendak dan perilaku irrasional. Cinta
tidak datang pada seseorang secara tiba-tiba, seolah dewa asmara melesatkan
anak panahnya ke sembarang arah, acak. Jika memang deikian, maka pola-pola
pernikahan tidak dapat diramalkan. Studi tentang siapa menikah dengan siapa
mengungkapkan bahwa cinta disalurkan secara sosial.