Showing posts with label Hiburan

Sugeng Enjang :)

Kembali lagi bersama saya dalam promosi-promosi yang biasa aja, gak spektakuler-spektakuler banget *hahaha *berusaha rendah hati*

Dalam post promosi kali ini, saya tidak hanya sekedar mempromosikan barang-barang yang menurut saya berharga, bahkan sangat berharga, tetapi juga berbagi ilmu.

Selama kurang lebih dua minggu belakangan ini, saya, Alfisyahr Izzati bersama rekan saya tersayang, Ratih Tyas Arini, telah membangun sebuah kerjasama wirausaha. Kerjasama ini tidak hanya melibatkan kami berdua loh, tetapi juga secara langsung maupun tidak, kami turut serta dalam pengembangan Usaha Kecil Mandiri (UKM) milik masyarakat asli di sekitar tempat kami belajar, yaitu masyarakat Kampung Malon, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah.
Usaha kami dalam menawarkan kain batik asli motif Semarangan sudah kami lakukan baik secara nyata melalui penawaran langsung maupun via online demi mencakup konsumen yang lebih luas.

Kain batik yang kami tawarkan sekali lagi saya tegaskan, kain batik, bukan kain baju yang bermotif batik, tetapi kain batik asli, mulai dari bahan kainnya hingga cara pembuatannya yang memang benar-benar sesuai dengan prosedur pembuatan batik sungguhan.
Mungkin bagi anda yang belum pernah bersentuhan langsung dengan proses membatik masih merasa kebingungan.
Apa sih perbedaan kain batik dengan kain baju yang bermotif batik ?

Baiklah, mari kita bahas secara perlahan sembari meneguk teh hangat di pagi hari dan menghirup segarnya aroma tanah basah, udara segar pagi hari di kaki gunung Ungaran :D

Pertama, saya akan ajak anda untuk mulai membedakan kain batik dengan kain baju yang bermotif batik
mudah saja sebenarnya, kain batik yang sudah barang tentu kain yang memang benar-benar digunakan para pembatik untuk membuat pola-pola batik di atasnya.
Kain baju yang bermotif batik merupakan bahan baju yang kemudian melalui proses pemberian motif batik secara printing.
Bahan kain batik yang kami tawarkan bernama kain primis. Kain primis ini mempunyai tingkatan-tingkatan kualitas dan tentu menyesuaikan pula harganya.
Yang terbaik bisa anda dapatkan pada bahan kain batik tulis kami, karena kain yang produsen gunakan merupakan kain kualitas nomor satu.
Selanjutnya, untuk kain baju batik yang biasa di jual di pasar, anda akan menemukan kain baju yang lumayan menerawang, sehingga harganya di bawah harga kain yang kami tawarkan.
Hai, sudah cukup lama rasanya kita tidak bersua. Ya, mohon maaf, karena belakangan ini saya terlalu sibuk untuk hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih dari saya. Saya harus memperhatikan materi perkuliahan saya, kemudian tugas yang datang seperti jerawat, hilang satu, eehhh tumbuhnya banyak yaa, sakit pula, hehehe dan saya harus melakukan observasi lapangan kesana-kemari.
Overall, saya harus harus wajib mencintai apa yang saya lakukan seperti wujud cinta dosen saya kepada mahasiswanya yang disimbolkan melalui tugas ;)
Pada kesempatan yang agak langka ini, saya ingin sekali berbagi cerita tentang pengalaman saya beberapa bulan yang lalu ketika saya harus masuk dan berbaur dalam suatu komunitas adat yang tak pernah saya ketahui sebelumnya.

Pengalaman ini benar-benar baru bagi saya dan mungkin juga sebagian teman saya lainnya.
Yap. Sebuah catatan etnografi yang saya tulis secara telaten selama berada di tempat nun jauh di pedalaman Kalimantan Barat.



Landau , merupakan yang tak pernah saya bayangkan bagaimana wujud tempatnya. Mendengar kata Landau saja baru saat saya dan teman-teman tim ekspedisi sungai Boyan duduk dalam satu ruangan pada salah satu ruang kelas jurusan antropologi budaya, UGM.
Dalam peta yang berskala 1 : 1.750.000 yang ayah belikan di Gramedia Bookstore sebagai hadiah karena saya akan mengikuti program ekspedisi tersebut, saya tidak menemukan tempat yang bernama Landau.
Namun, saya dapat menemukan nama Landau justru dari peta yang di buat oleh teman-teman antro budaya dari hasil foto satelit.
Landau merupakan sebuah nama kampung di kecamatan Melawi Makmur, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Lokasinya cukup jauh dari peradaban kota yang sibuk, berpolusi dan panas. Saya tidak tahu pasti berapa jarak antara kota kecamatan Meliau yang dilalui jalan trans Kalimantan Barat dengan pasarnya yang cukup ramai serta terletak tepat di pinggir sungai Kapuas. Jarak Landau menuju kota kecamatan Meliau kira-kira sekitar 3,5 sampai dengan 4 jam dengan menggunakan sepeda motor.

Nah, di Landau ini, saya punya serentetan cerita yang menarik bagi saya, mungkin juga bagi anda yang tertarik membaca.
Penasaran? Yuk mulai membaca. saya akan selalu menemani anda dalam setiap kalimat yang anda baca *hohoooow


PERJALAN PANJANG

Sabtu, 6 July 2013

            Saya bangun pagi pada hari sabtu tanggal enam Juli 2013 pukul empat dini hari. Saya bergegas mandi dan mempersiapkan packing terakhir hingga pukul lima pagi. Ketika saya sudah siap. Saya masih merasa mengantuk dan tertidur lagi di atas kasur empuk teman saya, Tessa. Pada pukul enam pagi, handphone saya bergetar heboh dan saya terbangun kemudian bergegas menjawab telepon.
“Assalammualaikum”, kataku
“Waalaikumsalam, izza. Za, mbak dan teman-teman on the way jemput kamu. Kamu dimana?” kata mbak niah dari seberang
“Oalah mbak, cepat ya… Izza di kos teman jalan Pringgodani 10, samping alfamart  dekat Universitas Sanatha Dharma”
“ok za, tunggu depan kos ya. Kami segera tiba.”
            Segera saya menutup telepon dan bersiap ke depan. Namun, belum ada lima menit, taxi yang menemput saya tiba. Kami menuju bandara.
            Sekitar pukul tujuh kurang dua puluh menit, kami telah sampai di bandara Adisutjipta, Yogyakarta. Sehari sebelumnya, kami dan tim dari UGM dan Jerman telah berjanji akan bertemu di depan KFC dalam bandara pada pukul tujuh. Namun, mereka datang terlambat. Saya dan Sembilan orang teman saya yang dari Unnes, yaitu ada Kak Tegar, Mbak Niah, Mas Marzuqo, Mbak Yurizka, Mas Zulfikar, Mbak Intan, Mas Imron, Mbak Dyah dan Kanita telah berkumpul sambil memakan roti yang kami bawa untuk sarapan pagi itu. Saya membeli beberapa barang, seperti buku ‘monyet’, bolpen, air mineral, dan roti-roti di minimarket bandara. Buku ‘monyet’ merupakan sebuah buku kecil atau buku note yang akan saya pergunakan untuk mencatat data-data lapangan yang saya dapat. Mas Pudjo sebenarnya menyarankan kepada saya dan kawan-kawan untuk menulis menggunakan pensil, tetapi saya memilih memakai bolpen saja agar tulisannya jelas di mata saya.
            Tidak lama kemudian, datanglah salah seorang teman kami, mahasiswa semester atas dari UGM yang bernama mas Azam. Saat itu, saya masih duduk di pinggi jalan untuk melanjutkan mengetik tugas teori antropologi saya yang belum selesai sambil makan roti. Namun, tak lama kemudian mas Azam mengajak saya dan teman-teman berpindah ke dekat pintu masuk ruang check in bandara. Tak jauh dari pintu masuk ruang check in itulah kami bertemu dengan sekelompok teman-teman dari UGM dan Jerman yang sudah ramai. Mereka membawa luggage atau carier bag yang tinggi-tinggi. Ada beberapa anak yang diantar oleh orang tuanya, ada juga yang diantar oleh kekasihnya, sementara yang lain diantar oleh teman-temannya. Sejenak sebelum check in saya menyempatkan diri untuk mengerjakan tugas teori antropologi saya yang harus segera saya selesaikan. Sekitar pukul tujuh lebih, saya dan teman-teman diajak masuk ke ruang check in. Di dalam ruang check in tersebut, saya dan teman-teman kembali berkumpul, kemudian saya melanjutkan mengetik tugas saya lagi. Untung saja saat itu pemikiran saya sedang bisa diandalkan meskipun dalam keadaan darurat. Di dalam ruang check in kami menunggu pendataan barang bagasi selama kurang lebih pukul setengah sembilan. Setelah mendapatkan airtax dan kartu nomor duduk dari bandara, kami dipersilahkan masuk ke dalam ruang tunggu keberangkatan. Saya duduk di salah satu kursi, kemudian kembali melanjutkan tugas sayayang belum selesai. Pukul setengah sebelas siang pesawat kami datang. Saya tetap menunggu di bangku ruang tunggu keberangkatan sambil mengerjakan tugas hingga datang panggilan untuk masuk ke pesawat. Pukul sebelas kurang, kami memasuki pesawat. Pesawat lepas landas pada pukul sebelas siang.
            Pesawat Express Air yang kami tumpangi terbang di langit atas Pulau Jawa, kemudian melintasi selat Jawa dan kemudian terbang di atas Pulau Kalimantan. Satu setengah jam kemudian sampailah kami di Bandara Supadio Pontianak. Begitu turun dari pesawat, saya bergegas jalan menuju bis yang mengangkut penumpang yang turun menuju terminal kedatangan bandara.
            Udara di luar pesawat sangatlah panas. Cahaya matahari yang silau di mata dan menyengat-nyengat kulit. Begitulah keadaan yang lumrah di daerah yang dilintasi oleh garis khayal khatulistiwa.
            Pukul setengah satu lebih lima menit, saya sudah berada di dalam bandara dan segera menuju tempat mengambil bagasi. Menunggu bagasi sangatlah lama. Oleh karena itu, saya memilih untuk pergi ke kamar kecil dan mencuci muka di wastafel. Toilet di bandara Supadio lumayan bersih dan terang. Ada lima pintu wc lengkap dengan wc duduknya yang bersih. Keramik toilet berwarna crème. Di ruang tersebut terdapat kaca besar yang menyatu dengan wastafel yang digunakan pengunjung untuk bercermin dan juga sangat bersih. Setelah buang air kecil, saya meninggalkan toilet menuju pengambilan bagasi dan mengantre disana. Tak lama, tas ransel saya yeng berisi pakaian sekitar lima potong, jilbab tiga lembar, celana bahan satu lembar, kopi Jawa empat bungkus, ada handuk juga, kemudian ada dalaman saya yang jumlahnya tidak banyak. Namun anehnya, tas ransel saya begitu berat sehingga saya memasukkan ransel tersebut ke bagasi.
            Setelah mendapati tas saya dan menggendongnya, saya keluar ruang kedatangan tersebut. Di luar, sudah ada satu truck berwarna biru milik TNI AU Bandara Supadio. Teman-teman saya yang laki-laki sibuk menaikkan luggage milik anggota yang lain. Saya pun meminta tolong teman saya untuk menaikkan tas r.ansel saya tadi yang sudah saya isikan laptop sehingga tas tersebut harus berada di atas agar tidak terhimpit tas lain. Setelah semua tas dinaikkan ke atas truck TNI tersebut, Mas Pudjo menawarkan kami untuk ikut naik truck dan sebagian lainnya jalan kaki menuju pelabuhan speedboat dan klotok. Saya lebih memilih ikut naik truck dari pada jalan kaki, karena kalau jalan kaki agak jauh dan capek, ditambah lagi panas yang melemahkan tubuh.
            Sepuluh menit kemudian kami yang menumpang truck sudah sampai di tepian sungai Kapuas. Di sana ada beberapa warung warga yang menjual makanan berat dan makanan ringan. Di warung yang paling pinggir (dekat sungai) menjual nasi lengkap dengan lauk-pauknya seperti gulai, semur, sayuran di oseng, di sop dan sebagainya. Turun dari truck, saya ikut membantu mas Zuqo, Mas Fikar, Ogir, Bang Ardan menurunkan barang-barang ke depan warung makan tadi. Setelah itu, saya duduk-duduk menunggu teman-teman yang lain di depan warung makan sambil menikmati sebotol air mineral. Tak lama kemudian, datanglah rombongan teman-teman saya yang berjalan kaki dari bandara tadi. Tak tampak raut lelah dari mereka, yang tampak adalah wajah-wajah ceria. Mas Pudjo sebagai pemimpin rombongan telah datang dan langsung menyuruh kami makan siang di warung atau menunggu nasi bungkus. Saya membeli sebotol air mineral lagi dan mengambil sebungkus nasi jatah makan siang saya. Saya makan di bawah terik matahari di tepi sungai Kapuas bersama partner saya, Vega, Asti, dan Gloria. Kami mengobrol dan bercanda sambil menyantap lahap suap demi suap nasi.
            Setelah makan siang, saya pergi ke masjid yang letaknya tak jauh dari tepi sungai. Masjid Desa Sungai Durian namanya. Masjid tersebut masih dalam tahap pembangunan. Dindingnya masih belum di cat, baru saja di plaster. Saat tiba disana, saya menjumpai dua orang bapak yang sedang duduk santai sambil merokok dan minum kopi di beranda masjid. Saya meminta izin untung men-charge laptop dan handphone. Kedua bapak tersebut mempersilahkan saya. Mereka sangat ramah. Saya dibantu untuk mencolokkan kabel laptop ke terminal atau stop kontak listrik disana. Di masjid itu saya kembali melanjutkan tugas teori antropologi saya yang belum selesai juga. Namun, karena kepala saya sudah pusing, saya mengerjakan tugas tidak terlalu konsentrasi dan hasilnya pekerjaan saya kurang baik. Akhirnya, saya membeli paket internet untuk handphone saya. Saya mengirimkan tugas teori antropologi dan kajian etnografi saya melalui email kepada Pak Bayu, dosen saya. Untung saja, Pak Bayu mau menerima tugas saya itu.
            Usai mengerjakan tugas, saya membawa sabun wajah ke kamar mandi di masjid. Disana saya mencuci muka dan kaki saya. Kemudian saya melakukan sholat dzuhur dan sholat ashar.
            Waktu itu pukul setengah tiga siang. Saya diajak teman saya kembali ke pinggir sungai dan bergabung dengan teman-teman. Saya pergi ke pinggir sungai bersama Mas Imron yang kebetulan saat itu baru selesai sholat.
























KAMPUS MERAH FIS SMART

in , , , , by nyakizza.blogspot.com, 22.45






Selamat datang di blog saya.

Meskipun blog ini agak tidak jelas juntrungannya, tetapi saya selalu ingin berbagi kisah dan hikmah melalui cerita-cerita perjalanan saya yang tentunya yang pernah saya alami dan rasakan sendiri.
Saya selalu menyertakan dokumentasi  berupa gambar. Hal ini saya sertakan agar teman-teman pembaca yang budiman dapat melihat keadaan saat itu lebih riil melalui foto. Disamping itu, saya juga senang mendokumentasikan apapun yang saya lihat. Saya memang belum tahu foto yang baik dan cerita yang baik itu seperti apa, tetapi saya akan mencoba terus menulis dan memotret untuk kepuasan saya dan mungkin bermanfaat untuk anda :)

Kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan saya yang sudah terlampau lama. Baru sekarang saya ingin menceritakannya pada anda…

Pada hari selasa tanggal 25 Desember 2012, saya sedang berada di Jogja. Saya tinggal di Jogja sekitar satu minggu. Dalam rangka melarikan diri dari Semarang, karena saat itu sedang libur natal dan pekan persiapan ujian akhir semester ganjil. Agak aneh ya, libur minggu tenang kok malah dipakai untuk jalan-jalan bukannya belajar... *hehehe
Selama tiga hari, saya menginap di tempat sahabat saya tersayang, Vivi Rosalia yang kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sisanya, saya menginap di rumah saudara saya di dekat UGM.

Hari rabu tanggal 26 Desember 2012, kak Alfian dan saya, merealisasikan rencana kami yang sudah kami planning beberapa waktu lalu. Pada malam hari sebelum keberangkatan, kami menyusun rencana untuk jalan-jalan ke Pantai Pok Tunggal di Gunung Kidul. Malam itu juga saya nge-pack beberapa barang-barang yang akan saya bawa travelling esok hari. Barang-barang yang saya bawa dalam tas ialah kamera kesayangan saya yang wajib dibawa kemanapun, minyak  kayu putih, setelan ganti, air minum dalam botol, peta Jogja, masker dan slayer, shampoo dan dompet. Tidak lupa pula saya membawa jaket  parasut ungu kesayangan saya. Setelah semuanya siap dalam tas, saya bergegas tidur agar besok pagi dapat bangun lebih awal dan kondisi badan tetap fit.

Saat hari H, saya dan kak Alfian janjian bertemu di depan Fakultas Peternakan UGM dan kami memulai perjalanan kami pada pukul delapan pagi. Kami berangkat dari UGM menuju Wonosari.
Saya sangat menikmati perjalanan, apalagi pada saat saya yang dibonceng dan tidak akan bergantian membonceng karena kak Alfian pakai motor gedenya. *ahahahay

Sebenarnya saya dan kak Alfian sama-sama tidak tahu jalan menuju pantai Pok Tunggal, jadi kami hanya modal peta, gps handphone saya dan bertanya pada warga setempat.

Di tengah perjalanan, saya melewati Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko. Ingin sekali rasanya mampir. Namun, rencana awal kami adalah ke Pok Tunggal dan itu tidak dapat diganggu-gugat. Perjalanan dari UGM ke Wonosari sangatlah lama dan jauh. Jalan menuju ke sana pun sangat berliku, naik-turun perbukitan. Kami melewati beberapa desa dan kota-kota kecil seperti piyungan, terus daerah patuk, Gading , dan sebagainya.

Sesampainya di daerah kota Wonosari, kami kebingungan mencari jalan. Ternyata kami telah berjalan selama tiga jam. Kemudian kami memutuskan untuk berhenti sejenak di pinggir jalan dan mendatangi seorang bapak yang sedang berdiri di pinggir jalan di depan car wash. Saat itu saya kehilangan sinyal handphone dan saya merasa kesulitan ketika hendak membuka GPS dari smartphone saya. Membawa peta Jogja pun kurang berarti karena Pantai Pok Tunggal merupakan pantai baru yang belum terdaftar dalam peta.
Kak Alfian dan saya turun dari motor dan mendatangi bapak tersebut.

“Permisi pak… numpang Tanya ya pak…” kata kak Alfian dengan ramah.
“Oh iya mas, monggo …” sahut Bapak tersebut dengan ramah pula
“Kalau mau ke pantai Indrayanti bagaimana ya pak ?”
“oh itu, lurus terus mas, nanti gak jauh dari sini ada pos polisi setelah jembatan, masnya belok kanan setelah itu lurus terus. Nanti setelah itu ada petunjuk jalannya kok mas” jelas sang Bapak
“dari sini, lurus, ada jembatan setelah itu pos polisi belok kanan. Begitu ya pak …”
“iya mas…”
“Terimakasih banyak ya pak…”
“nggih mas, monggo, monggo …”
“matur suwun ya pak…” kata saya sambil senyum-senyum
“nggih mbak, monggo” sahut Bapak tersebut dengan ramah

Kemudian kami melanjutkan perjalanan sesuai dengan petunjuk Bapak tadi. Kami berhenti sejenak di Alfamart untuk membeli jajanan untuk kami makan di pantai agar lebih irit.
Kami memasuki daerah Gunung Kidul pada pukul 10:32.
Di perjalanan kami berpas-pasan dengan rombongan bikers yang sedang lintas alam dengan sepeda. Saat itu gerimis turun dan kami khawatir akan kehujanan di tengah perjalanan.
Namun, ternyata gerimisnya tidak lah lama. Matahari kembali bersinar sangat terik. Kami masih memacu roda dua untuk terus berputar manjat dan turun dari perbukitan karst di daerah Gunung Kidul.
Saya sibuk memotret selama perjalanan.

“enak ya dek ?”
“enak bangeeeettt kak” jawabku sumringah kesenangan.
“iya lah, kamu kan bisa menikmati pemandangan. Kakak nyetir dan konsen ke jalan. Huft” kata kak Alfian
“hehehe, capek ya kak ? nanti kakak lihat hasil-hasil fotonya aja yaa”
“ya lumayan, pegel sih tangannya”
“sabar ya kakak, heemmm”

Saat itu saya sempat berpikir, apakah benar ada laut di balik bukit-bukit karst yang tandus ini ?
kok masyarakat Gunung Kidul bisa bertahan hidup dalam kondisi daerah yang sepertinya sulit untuk diolah lahannya dan juga sepertinya sulit untuk medapatkan air.
Saya melihat batuan-batuan besar di sepanjang jalan. Batu-batu tersebut terpencar-pencar hingga memenuhi lahan yang ditanami singkong, pisang, ada ubi-ubian juga.
Saya masih terheran-heran, bagaimana cara warga mengolah lahan yang berbatu dan berkapur seperti itu.
Kemudian, darimana ya warga mendapatkan air ? Apakah di bawah tanah kapur tersebut menyimpan air yang cukup?
(ayo anak geografi jelaskan pada saya *hehehe)
Karena jalanan tampak sepi, kak Alfian memacu kendaraannya dengan agak cepat. Sehingga tidak lama setelah itu, kami menemukan pertigaan. Disinilah titik awal kesesatan-demi-kesesatan yang akan kami jalani bersama. Kesesatan-kesesatan itu pula yang mengantarkan kami lebih mengetahui jalan menuju pantai terjauh yang ada di Jogja, yaitu Pantai Sadeng yang berbatasan dengan pantai di Wonogiri.
Dari pertigaan itu,  jika kami belok kanan, maka kami akan menemukan pantai Baron, Kukup, Krakal, dan kawanannya. Sementara jika kami belok kiri, maka kami akan mendapati pantai Siung, Wedi Ombo dan Sadeng ke arah Pacitan, Jawa Timur.
Kak Alfian dan saya memilih belok kiri karena kami kira pantai Pok Tunggal ada disana.
Kemudian kami  terus menyusuri jalan yang beraspal halus. Kami menemukan persimpangan lagi. Kami memilih belok kanan karena kami tahu pantainya ada di sebelah kanan  kami.
Dari yang tadinya jalan aspal, kami memasuki jalan kecil yang hanya cukup dilalui oleh satu mobil dan satu motor berdampingan. Dari persimpangan awal tadi, kami masuk sekitar dua kilometer hingga menemukan pos penjaga yang menjual karcis masuk.

“Pak, ini pantai Pok Tunggal bukan ?”
“Loh, ya bukan toh mas. Ini Pantai Siung. Kalau ke Pok Tunggal masih enam kilometer lagi dari simpangan yang mas lewati tadi. Dari sini ke simpangan saja sudah dua kilo mas” kata Bapak penjual karcis masuk tersebut.
Bak disambar geledek, kami sangat shock mendengar penjelasan Bapak tersebut.
“Kak, ternyata kita salah. Gimana dong nih?” tanyaku gusar
“Kalau kita balik lagi sama dengan jalan sepuluh kilo lagi. Rugi juga udah sampai sini ya” kata kak Alfian dengan raut wajah aneh, lucu bin unyuuu :D
“gimana kalau kita ke pantai aja kak ?”
“Pak, ke pantai Siung berapa kilo lagi ya?” Tanya kak Alfian pada Bapak penjual karcis
“Ini lho mas, pantainya di balik bukit ini. Setengah kilo aja kok… udah masuk aja lah mas, nanggung lho kalau balik lagi” kata Bapak sambil tertawa

Akhirnya, kita lebih memilih untuk mampir di Pantai Siung daripada putar balik dan mencari pantai Pok Tunggal.

Saat masih di atas bukit, kita berdua sudah teriak-teriak seperti orang kegirangan.
“Pantaaaiiiiii….. Paaanntttaaaiiiii…. Suurgaaaa.”
“Surga di balik bukit”
“wuuhhuuuhhuuuwwuuuhhuuuwwhhuuuu… uhuhuhuhuuuuuhhaahhhauuuuu”
Kami bersahut-sahutan seperti orang utan saking senangnya melihat kilauan air laut yang diterpa sinar matahari yang sangat terik waktu itu.
“Dek, sampai pantai kakak mau langsung nyebur” kata kak Alfian bersemangat
“jangan kak, ini kan bukan tujuan kita. Kita kan maunya mandi di Pok Tunggal toh”
“oh iya ya dek … yaudah, kakak mau main air aja tapi gak mandi”
“yuuhhuuuu kakak”
Finally, kami sampailah di tempat parkir, tidak jauh dari pantai. Ternyata pantai Siung masih belum dikunjungi banyak orang. Kami menemukan sekelompok orang  yang sedang sibuk persiapan untuk pemotretan prewedding. Tampak juga beberapa keluarga yang sedang piknik dan ada anak-anak yang sedang mandi di laut memakai ban bebek dengan diawasi kedua orang tuanya.
Saya memandang sekeliling. Wajah saya terasa panas sekali. Kak Alfian sudah melepas sepatunya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia langsung masuk ke dalam air.
Saya memilih untuk tetap berada di tepi pantai dan menyiapkan kamera untuk mengambil gambar.

Teriknya matahari siang itu membuat saya tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dalam setiap shoot. Bidikan saya banyak yang meleset. Cakrawala tidak seimbang, warna juga kacau…Duh !
Akhirnya saya jongkok di bawah nyiur.
Ngadem.
Kepala saya terasa pusing. Kemudian saya mengambil botol minum yang saya bawa dan saya meminum beberapa teguk air. Saat itu jam sebelas lebih enam menit.

Kak Alfian mendatangi saya. Ia tampak bersemangat sekali. Kemudian, ia mengajak saya mendaki bukit kecil yang ada di bibir kiri pantai. Saya mengikutinya. Kak Alfian mensupport saya untuk kuat dan terus memanjat bukit.
Separuh perjalanan mendaki, saya sudah terkagum-kagum dengan pemandangan disana. SUBHANALLAH ! FANTASTIC !

Saya sempat mengabadikan moment-moment disana, lalu kami mendaki lagi.
Sesampainya di atas bukit kecil tersebut, jantung saya berdebar-debar karena saya takut ketinggian.
Bukit tersebut menjorok langsung ke laut yang airnya berwarna biru agak gelap.
Saya sangat hati-hati berdiri disana. Gemetaran.

“Dek, ayo foto-foto” kata kak Alfian yang sudah duduk mendekati ujung bukit tersebut.
“ya ampun kak, aku gemetaran”
“sudah tenang aja. Gakpapa asalkan kita hati-hati … Jalannya sambil jongkok aja kalau takut sambil berdiri”
“Iya kak. Aku duduk sini aja deh”
Aku duduk di atas tanah yang panas sekali dan menyiapkan kamera, mengatur shutter, iso, dan diafragma.
Setelah itu, kita berfoto-foto narsis.

Kala  itu, matahari sedang berada di atas kepala. Pukul 11:30.
Panas ! Membara ! hiiiittttttaaaaaaammmmmmmm terpanggang sinar matahari di siang bolong.
huft.

Inilah beberapa foto-foto kami dari awal perjalanan hingga sampai di Pantai Siung.

Semarak Semarang Night Carnaval

in , , , , by nyakizza.blogspot.com, 23.51
Sugeng Rawuh :)

Saya hendak berkisah pada teman-teman semua mengenai Semarang Night Carnaval yang baru saja diadakan di Kota Semarang.

Semarang Night Carnaval (SNC) yang digelar pada tanggal 3 Mei 2013 merupakan salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu dalam serangkaian acara yang digelar untuk memperingati HUT Kota Semarang yang ke-466. Dalam SNC ini, ratusan peserta mengenakan kostum-kostum unik yang dirancang khusus sesuai tema yang diusung yaitu flora. Peserta yang sebagian besar adalah pelajar dari berbagai sekolah se-kota Semarang mengenakan kostum terbaik mereka dan tampak sangat mewah juga meriah.
Kostum-kostum unik dengan berbagai warna dan bentuk-bentuk bunga tersebut menjadi daya tarik bagi ribuan penonton yang berbaris tiga sampai empat lapis memadati jalanan pagelaran yang dimulai dari kawasan Tugu Muda hingga Simpang Lima.
Para peserta berjalan melenggak-lenggok bak model di atas karpet merah. Diantara para peserta, terdapat peserta yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya, yaitu peserta waria yang berpenampilan heboh dan lucu. Para penonton sangat antusias menyaksikan penampilan mereka,

Karnaval ini juga semakin semarak dengan ditampilkannya marching band dari Akademi Kepolisian yang tampil pada barisan paling depan yang mengeluarkan dentuman-dentuman harmoni nada.
Semarang Night Carnaval ini telah menjadi agenda rutin tahunan dan menjadi daya tarik wisata kota Semarang.

Acara ini diakhiri dengan dinyalakannya kembang api pada pukul 00.00 WIB sebagai penutup kemeriahan ulang tahun kota Semarang.
Saya dan teman-teman "CLIC" yaitu Mbak Ijup, Mas Salim, Mas Uul, Mas Brili dan Mbak Niken, Mas Indarto, Sebi, Mas Ganang dan kekasihnya, kami bersama-sama mengikuti acara ini dengan sangat sibuk, karena kami harus mengejar moment-moment keren untuk difoto. Tentulah sangat melelahkan, namun juga menyenangkan karena pada akhirnya "narsisme" memang tidak dihindarkan. *hahahaha
Betapa menyenangkannya malam itu bersama My Fams CLIC ({kisshug})

Inilah beberapa hasil jepretan saya yang mungkin hasilnya kurang baik, tetapi yang penting kenang-kenangannya *eeaaa* :D

Menunggu Pagi

in , , , , by nyakizza.blogspot.com, 19.14
redup ...
aku tergolek diantara reruntuhan semangat yang kian meredup...
ah, maharaja surya hendak bersanding diperaduan dengan pendamping hidupnya.
tidak. tidak . ia sendirian. ia belumlah berdua.
entahlah. aku tak punya pandangan lain tentang itu.
yang pasti ia akan segera terlelap.
Atau justru ia tetap terjaga untuk merajai alam semesta pada bagian lain ?
aku pikir, aku tak patut memikirkannya. toh sudah ada yang memikikan semua itu.
aku hanyalah jiwa dalam raga yang nelangsa
hendak kemana ?
merayap-rayap dan menerka
mencari-cari entah apa yang hendak dicari dalam tanya yang terus bertanya-tanya
ada apa ?
mengapa ?
semua diluar kuasa.
jiwa mengiba jiwa

rapuh !
tubuh berpeluh-peluh
bibir berucap keluh
penuh !
sudah penuh
penuh sudah air mata pada selembar sajadah lusuh
mengiba, menghamba pada sang Maha
berharap nur sang Rabbi penuhi jiwa-jiwa yang hampa

redup...
kian meredup...
berharap esok mentari bersinar lebih pagi

aaah ... rebulan kian meninggi...
aku ingin pergi mencumbu mimpi
selamat datang esok pagi, mentari
aku tetap disini
menunggumu, semangati diri ini

@Alfizza_
Sekaran, 2 May 2013


Ayah : Cinta di Balik Kabut

in , , , by nyakizza.blogspot.com, 21.34

Hari Sabtu weekend yang lalu, tanggal 20 April 2013, Ayah tiba di kos saya dalam rangka “menjenguk” anak gadisnya yang sedang merantau di negeri orang dalam rangka menimba ilmu sebanyak-banyaknya, mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dan mengenal orang dengan berbagai karakter sebanyak-banyaknya. Kata Ayah, dengan kita banyak berteman dengan siapa saja, lama-kelamaan kita akan dapat mengerti karakter orang dari suku bangsanya, dari bentuk wajahnya, pembawaan dan cara berbicaranya dan sebagainya lah.

Pada hari Sabtu itu pula, saya dan teman-teman mengikuti kegiatan menanam mangrove dalam rangka Hari Bumi di pantai Tirang. Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahun oleh teman-teman dari KSG FIS UNNES.

Sesampainya di kos, saya bertemu dengan Ayah yang sedang beristirahat di kamar setelah melalui long journey-nya dari Makassar. Karena tidak ada penerbangan langsung dari Makassar menuju Semarang, maka Ayah lebih memilih menggunakan jasa bis antar provinsi dari Surabaya menuju Semarang.
Pada Hari Minggunya yaitu tanggal 21 April 2013, Ayah mengajakku jalan-jalan ke Semarang bawah. Mengajakku ke Gramedia store dan membeli beberapa buku. Sebenarnya ada beberapa buku yang saya inginkan sejak dulu hingga kini, namun saya sudah tidak menemukannya lagi di Gramed.
Buku tersebut ialah “MOMOYE”, “Novus Ordo Seclorum” dan buku mengenai Antropologi.
Satu jam… Dua jam … Dua jam setengah … Tiga jam seperempat … kami berada di Gramed. Sungguh tidak terasa.

Aku berjalan mengitari buku novel, membaca synopsis beberapa buku yang sampul dan judulnya menarik minat baca, namun tidak membelinya… *hahahwww *ketahuan deh!!! :D
Akhirnya setelah puas berkeliling, Ayah mengajakku menuju kasir. Dengan penuh sukacita dan semangat yang memancar dari kedua mata Ayah yang kini pada kelopaknya mulai tampak kerutan-kerutan kehidupan –ahh, ayah semakin menua-, Ayah menunjukkan buku-buku yang ada dalam tas belanjanya.
“Ayah beli buku apa aja?” tanyaku penasaran
“Ini kak, Ayah sudah lama ingin membelikan kakak bukunya Pak Karni Ilyas. Satu lagi buat Ayah baca di perjalanan pulang ke Putussibau, bukunya Pramoedya yang kemarin Ayah cari-cari” ujar Ayah dengan senyumnya yang selalu saya rindukan.

Hari ini tanggal tujuh belas april dua ribu tiga belas  adalah hari yang sangat istimewa.

Ingin tahu mengapa? Yap… itu karena untuk pertama kalinya saya masuk ke kantor PDAM Tirta Moedal dan berurusan dengan yang namanya alur-alur aturan di kantor.
Jadi begini, saya ingin sekali memotret bagaimana proses-proses atau tahapan-tahapan air PDAM yang awalnya dari air sungai menjadi dapat dikonsumsi masyarakat, saya ingin tahu bagaimana suasana di dalam laboratorim air, ingin memotret bapak-bapak yang sedang bekerja mengontrol air produksi dan sebagainya. Saya dan  sahabat terbaik saya yang sudah saya anggap saudara saya sendiri,Muhammad Kharis Sibyan ingin mencoba masuk kesana, namun ternyata, kami harus melewati tahapan-tahapan sebelum masuk ke lokasi yang kami inginkan.

Pertama-tama, saya mendatangi satpam di laboratorium air, namun kata pak satpam, saya harus meminta izin terlebih dulu di kantor PDAM,meminta surat izin memotret di kawasan itu.
Kemudian saya datanglah ke kantor PDAM, namun karena belum mengerti saya harus kemana, bertemu siapa, dan bagaimana prosedurnya, maka lagi-lagi saya menemui pak satpam di kantor tersebut. Saya disambut dengan sangat ramah oleh satpam di kantor tersebut.
“Selamat siang bapak… (berjabat tangan)”
“selamat siang mbak. Ada apa ya ?”
“begini bapak, saya ingin mengambil gambar di kawasan sekitar laboratorium air dan di kawasan produksi air juga tendon air , pak. Saya harus bagaimana ya pak ?”
“Oh begini saja mbak, sebentar saya telponkan bidang informasi, nanti mbak ngomong langsung saja ya”
“baiklah pak”
tet tet tet
“Halo selamat siang…” terdengar suara pria dari seberang sana
“selamat siang bapak, saya Izza dari Unnes. Saya ingin mengambil foto di kawasan laboratorium air, tendon air dan di kawasan produksi air, pak untuk kepentingan ******* yang bertema ***, bagaimana ya pak caranya agar saya bisa mendapatkan surat izin masuk dan mengambil gambar ?”
“Oh begitu ya mbak, silahkan datang ke sekretariatan, nanti disitu mbak jelaskan maksud dan tujuan mbak, nanti dari sekretariatan akan diarahkan menuju humas. Begitu saja mbak…”
“Baiklah pak, terimakasih banyak ya pak, selamat siang” kata saya sambil menutup telepon.
“Bagaimana mbak ?” Tanya pak satpam
“Oh, begini pak, jadi saya harus ke sekretariatan dulu, nanti setelah itu saya akan diarahkan ke humas. Jadi, kantor sekretariatnya dimana ya pak?”
“Iya benar begitu mbak… Kantor secretariat itu dari pos ini mbaknya jalan sampai pintu masuk yang di sebelah sana, masuk pintu pertama, kemudian keluar dari pintu kedua, nah ruangnya ada di sebelah kanan mbaknya. Tenang aja, nanti ada tulisannya kok mbak” Jawab pak satpam dengan sangat ramah
“oh jadi begitu ya pak, baiklah sekarang saya kesana dulu ya pak.. terima kasih banyak atas bantuan bapak”
“Oh iya mbak, sama-sama”
“mari pak…”
“nggih mbak, monggo”
***
© Alfizza Murdiyono · Designed by Sahabat Hosting